
Perusahaan Korea Selatan, LG Energy Solution (LGES), resmi menarik diri dari proyek investasi baterai kendaraan listrik (EV) senilai US$8,45 miliar di Indonesia. Keputusan ini mendorong pemerintah Indonesia untuk menjajaki kemungkinan menggandeng perusahaan Tiongkok, Zhejiang Huayou Cobalt, sebagai investor pengganti.
Proyek ini awalnya merupakan usaha patungan antara LGES dan Indonesia Battery Corporation (IBC). Namun, LGES memutuskan untuk menghentikan keterlibatannya, dengan alasan perubahan dinamika pasar serta iklim investasi yang dianggap kurang menguntungkan.
Kabar ini disorot oleh kantor berita Antara yang mengutip pernyataan Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara (Aspebindo). Aspebindo memperingatkan bahwa keluarnya LGES dapat mengganggu peta jalan industri EV nasional, memperlambat transfer teknologi, serta meningkatkan ketergantungan Indonesia terhadap impor.
Aspebindo juga menekankan pentingnya pemerintah memperkuat kerangka kebijakan agar tetap kompetitif di tengah pergeseran industri global.
Sementara itu, media asal Singapura, Nanyang Sin-Chew Lianhe Zaobao, melaporkan bahwa Huayou tengah dipertimbangkan untuk mengambil alih proyek tersebut. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI menyatakan bahwa pergantian investor dalam proyek besar merupakan hal yang lumrah. Pemerintah juga menegaskan komitmennya untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat produksi kendaraan listrik di kawasan Asia Tenggara.
Meski demikian, Huayou mengambil sikap hati-hati dalam merespons peluang keterlibatan ini. Media keuangan Tiongkok, CLS, menginformasikan bahwa Huayou telah terlibat dalam proyek tersebut selama lima tahun dan menyatakan kekecewaannya atas keputusan LGES untuk mundur.
Pihak Huayou menyatakan bahwa keikutsertaan mereka dalam proyek ini bergantung pada kesepakatan yang akan datang. Mereka menekankan bahwa proyek semacam ini tidak dapat dilakukan secara sepihak dan harus melibatkan seluruh rantai pasok dalam sebuah kolaborasi menyeluruh.
Huayou sendiri memiliki operasi penambangan kobalt, litium, dan tembaga di Afrika, serta fokus pada pemurnian nikel di Indonesia. Perusahaan ini melayani sejumlah produsen baterai dan kendaraan listrik ternama seperti CATL, BYD, Tesla, dan LGES.
Meskipun LGES telah mundur dari kerja sama dengan IBC, perusahaan itu menegaskan tetap menjalin hubungan baik dengan pemerintah Indonesia. Kerja sama LGES dengan Hyundai Motor melalui HLI Green Power tetap berjalan sesuai rencana.
Pada Juli 2024 lalu, HLI Green Power meresmikan fasilitas produksi baterai pertamanya di Indonesia, yang dirancang untuk memproduksi sel baterai dalam jumlah cukup untuk 150.000 unit kendaraan listrik setiap tahunnya.