
Dalam beberapa tahun terakhir, posisi Indonesia sebagai salah satu yang terdepan dalam pengembangan kecerdasan buatan (AI) di Asia Tenggara semakin kokoh. AI generatif telah beralih dengan cepat dari sekadar eksperimen khusus menjadi alat yang umum digunakan dalam ekonomi digital, mulai dari membentuk konten pemasaran, mengotomatisasi tugas-tugas profesional, hingga menjadi motor penggerak bagi startup lokal yang mengembangkan model AI berbasis Bahasa Indonesia.
Fenomena ini mencerminkan pola khas dalam perjalanan digital Indonesia: lompatan teknologi (leapfrogging) yang didorong oleh antusiasme masyarakat dari tingkat akar rumput, yang sering kali melampaui kepastian regulasi. Meskipun kemajuannya jelas terlihat, adopsi AI masih bervariasi. Sektor yang sejak awal berbasis digital seperti e-commerce dan keuangan menjadi yang pertama mengadopsinya, sementara integrasi di sektor lain masih dalam tahap awal. Para pembuat kebijakan menyadari pertaruhan besar ini. Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial (Stranas KA) menetapkan visi ambisius untuk memanfaatkan AI demi mencapai target Indonesia menjadi negara maju pada tahun 2045. Namun, keberhasilannya bergantung pada kemampuan untuk menerjemahkan prinsip-prinsip umum menjadi kebijakan yang efektif dan adaptif.
Tantangan Tata Kelola di Tengah Fragmentasi Regulasi
Adopsi AI di tanah air sebagian besar bersifat bottom-up atau berasal dari inisiatif masyarakat. Energi dari akar rumput ini adalah aset yang kuat, namun fondasi tata kelolanya masih dalam proses pembentukan dan terfragmentasi. Saat ini, Indonesia belum memiliki undang-undang khusus yang komprehensif tentang AI. Tata kelola justru bergantung pada gabungan berbagai kerangka kerja yang ada dan secara tidak langsung bersinggungan dengan AI.
Beberapa di antaranya adalah panduan tingkat tinggi dari dokumen seperti Stranas KA, aturan khusus di berbagai sektor yang dikeluarkan oleh kementerian dan lembaga terkait seperti kerangka kerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk AI di sektor keuangan, serta regulasi yang lebih luas seperti Undang-Undang ITE yang baru diamendemen dan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP). Instrumen hukum yang lebih lunak (soft law) seperti Surat Edaran Kominfo No. 9 Tahun 2023 tentang Etika AI juga melengkapi kerangka ini. Pendekatan yang ada saat ini cenderung lebih reaktif daripada proaktif, sehingga memunculkan pertanyaan krusial: apakah model tata kelola ini cukup gesit untuk menghadapi perubahan skala besar dan cepat yang akan dibawa oleh AI?
Rencana Dana Abadi AI untuk Menjadi Pusat Teknologi Regional
Menjawab tantangan tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah meluncurkan Buku Putih Peta Jalan AI Nasional. Dokumen ini mengusulkan pembentukan dana abadi Kecerdasan Buatan (AI) yang akan dikelola oleh Danantara Indonesia, dengan tujuan memposisikan Indonesia sebagai pusat teknologi AI di tingkat regional.
Menurut buku putih setebal 179 halaman tersebut, Dana Abadi AI ini direncanakan untuk periode 2027–2029 dengan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU). Meskipun besaran dana belum diungkapkan, Danantara—yang mengelola aset senilai lebih dari US$900 miliar (Rp14.612 triliun)—diproyeksikan menjadi operator utamanya.
Peta Jalan, Tantangan, dan Potensi Ekonomi
Seperti dilaporkan oleh Reuters pada hari Selasa, 12 Agustus 2025, Kominfo menguraikan berbagai instrumen pendanaan yang mencakup pembentukan Dana Abadi AI dengan landasan hukum yang jelas, pembuatan model pembiayaan campuran (blended financing) untuk proyek-proyek AI strategis, serta peningkatan insentif fiskal bagi investor AI dalam negeri. Pemerintah menyatakan bahwa peta jalan ini masih terbuka untuk masukan dari publik sebelum difinalisasi.
Buku putih ini juga memetakan kesiapan AI Indonesia, strategi kebijakan hingga tahun 2030, serta tantangan utama yang dihadapi. Tantangan tersebut termasuk kekurangan talenta terampil, rendahnya pendanaan riset, kesenjangan konektivitas di daerah pedesaan, serta risiko disinformasi dan pelanggaran data. Beberapa pelaku industri, termasuk Huawei dan PT GoTo Gojek Tokopedia (GOTO), turut berkontribusi dalam penyusunan laporan ini.
Reuters juga mengutip laporan dari Boston Consulting Group pada bulan April yang memperkirakan bahwa negara-negara ASEAN dapat mengalami pertumbuhan PDB tambahan sebesar 2.3% hingga 3.1% pada tahun 2027 berkat adopsi AI, di mana Indonesia diperkirakan akan merasakan dampak absolut terbesar dari pertumbuhan tersebut.