
Pemerintah Indonesia tengah menggalakkan program ambisius untuk mencapai swasembada susu nasional. Namun, di tengah upaya besar ini, tren konsumsi di masyarakat menunjukkan dinamika berbeda dengan meningkatnya popularitas alternatif susu nabati seperti susu oat.
Program Ambisius untuk Swasembada
Kandang-kandang di koperasi susu Laras Ati yang sebelumnya lengang kini telah terisi oleh lebih dari 200 sapi Holstein-Friesian bunting yang baru didatangkan dari Australia. Kedatangan sapi-sapi ini merupakan bagian dari rencana besar pemerintah untuk mendongkrak produksi susu dalam negeri.
Program ini menjadi pusat perhatian karena berkaitan langsung dengan janji kampanye Presiden Prabowo Subianto untuk menyediakan makan gratis bagi 83 juta anak dan ibu hamil. Untuk mewujudkannya, pemerintah menargetkan impor satu juta sapi perah dalam lima tahun ke depan, sebuah proyek yang diperkirakan menelan biaya hampir $3 miliar. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan populasi sapi perah nasional lebih dari empat kali lipat dari jumlah saat ini yang hanya sekitar 220.000 ekor.
Dengan populasi yang mencapai lebih dari 280 juta jiwa, Indonesia selama ini sangat bergantung pada susu bubuk impor dari negara-negara seperti Australia, Selandia Baru, dan Amerika Serikat. Kebijakan yang diusung Presiden Prabowo ini bertujuan untuk mencapai kemandirian pangan yang lebih besar bagi bangsa.
Keterlibatan Sektor Swasta yang Kontroversial
Dengan ruang fiskal yang terbatas, pemerintah mendorong perusahaan-perusahaan swasta untuk mendanai impor sapi perah ini. Menurut para pelaku usaha dan dokumen yang ditinjau oleh Reuters, pendekatan yang tidak biasa ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan komunitas bisnis.
Program yang dikoordinasi oleh Kementerian Pertanian ini mengarahkan agar para pelaku usaha—banyak di antaranya tidak memiliki pengalaman langsung di industri peternakan sapi perah—untuk membiayai dan mengimpor sapi yang kemudian akan dikelola oleh koperasi seperti Laras Ati di Jawa Barat.
“Bukan pemerintah yang akan mengalokasikan dana untuk mengimpor sapi,” ujar Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono, pada bulan Juni. “Permintaan daging dan susu sangat signifikan, jadi kami membuka peluang bagi banyak investor.”
Namun, beberapa sumber industri menyatakan bahwa pada November lalu, Kementerian Pertanian mengirimkan surat edaran kepada lebih dari 200 perusahaan swasta, meminta mereka untuk secara sukarela berkomitmen mengimpor 20 ekor sapi per tahun dari 2025 hingga 2029 untuk mendukung program makan gratis. Empat narasumber yang terlibat dalam program ini mengungkapkan bahwa banyak perusahaan merasa ‘terpanggil’ untuk berpartisipasi karena khawatir akan menghadapi konsekuensi, seperti penundaan izin impor untuk bisnis inti mereka jika tidak patuh.
Realisasi di Lapangan yang Tertinggal
Meskipun telah diluncurkan sejak Desember, progres program ini berjalan lambat. Data pemerintah menunjukkan, hingga akhir Juli, baru 11.375 sapi perah yang berhasil diimpor, angka yang sangat jauh dari target tahunan sebanyak 200.000 ekor. Lambatnya laju impor ini menimbulkan keraguan atas kelancaran implementasi penuh program makan gratis yang telah dijanjikan.
Di Sisi Lain: Kebangkitan Alternatif Susu Nabati
Di tengah upaya pemerintah menggenjot produksi susu sapi konvensional, tren konsumsi di masyarakat justru menunjukkan dinamika yang berbeda dengan meningkatnya popularitas susu alternatif nabati, salah satunya adalah susu oat. Minuman ini menjadi pilihan utama bagi mereka yang memiliki intoleransi laktosa, alergi susu sapi, atau sekadar mencari variasi rasa dan nutrisi.
Apa Itu Susu Oat?
Susu oat adalah minuman nabati yang terbuat dari gandum (oat), air, dan terkadang beberapa bahan tambahan untuk memperkaya rasa dan nutrisi. Teksturnya yang lembut dan kental membuatnya sering digunakan sebagai campuran kopi, teh, atau smoothies.
Menurut Healthline, dalam satu cangkir (240 ml), susu oat mengandung sekitar 120 kalori, 5 gram lemak, 16 gram karbohidrat, dan 3 gram protein. Dibandingkan alternatif lain seperti susu almon, susu oat unggul dalam kandungan kalori, karbohidrat, dan serat pangan. Banyak produk komersial juga diperkaya dengan kalsium, kalium, zat besi, serta berbagai vitamin seperti A, D, dan B kompleks.
Manfaat dan Hal yang Perlu Diperhatikan
Manfaat susu oat tidak hanya dirasakan oleh mereka yang memiliki alergi. Kandungan seratnya baik untuk kesehatan pencernaan dan dapat membantu menurunkan kolesterol jahat. Kalsium tambahan di dalamnya mendukung kekuatan tulang dan gigi, sementara vitamin B membantu metabolisme energi dan kesehatan sel saraf.
Meski demikian, konsumen perlu cermat. Beberapa produk susu oat di pasaran mengandung pemanis tambahan yang jika dikonsumsi berlebihan dapat berdampak buruk bagi kesehatan. Selain itu, harganya cenderung lebih mahal dibandingkan susu sapi. Sebagai solusi, susu oat dapat dibuat sendiri di rumah dengan mencampurkan rolled oats dan air, menghaluskannya dengan blender, lalu menyaring ampasnya. Susu oat buatan sendiri ini dapat disimpan di lemari es hingga lima hari.