Kita sering mendengar istilah ‘ilmu’ dan ‘pengetahuan’ digunakan silih berganti, seolah keduanya adalah sinonim. Padahal, dalam praktiknya, terutama dalam dunia ilmiah, keduanya memiliki perbedaan yang fundamental. Pengetahuan bisa jadi sebatas informasi—fakta mentah yang kita sadari keberadaannya, misalnya, mengetahui bahwa atom tersusun dari bagian-satu bagian yang lebih kecil. Namun, ilmu (sains) adalah sesuatu yang jauh lebih dalam dan luas jangkauannya.
Objektivitas Sebagai Pembeda Utama
Perbedaan paling mendasar terletak pada metode pembuktian dan objektivitas. Pengetahuan bisa sangat subjektif, bergantung pada siapa yang memegangnya. Kebenarannya bisa ditafsirkan menurut kepentingan politik, keyakinan agama, atau opini pribadi. Pengetahuan seringkali hanya mengisi kekosongan dari sebuah pertanyaan tanpa teruji secara pasti.
Ilmu, di sisi lain, menuntut objektivitas. Ia tidak peduli siapa yang melakukan penelitian. Ilmu dibangun di atas fondasi metode ilmiah yang sistematis: pengujian, eksperimen terkontrol, data, dan verifikasi. Kebenaran ilmiah, seperti kecepatan cahaya yang disepakati secara universal, bersifat pasti karena telah terbukti secara empiris dan objektif.
Studi Kasus: Anomali Lubang Hitam GW231123
Contoh sempurna dari cara kerja ‘ilmu’ dalam mengubah ‘pengetahuan’ yang membingungkan baru-jauh ini terungkap dalam dunia astrofisika. Pada tahun 2023, para ilmuwan mendeteksi gelombang gravitasi—getaran dalam ruang-waktu—yang berasal dari peristiwa kolosal sekitar 7 miliar tahun cahaya dari Bumi.
Deteksi yang dinamai GW231123 ini adalah pengetahuan baru. Masalahnya, pengetahuan ini tampak “mustahil” menurut ilmu yang ada saat ini. Data menunjukkan adanya penggabungan dua lubang hitam dengan massa yang seharusnya “terlarang”: satu sekitar 100 kali massa matahari, dan satu lagi 140 kali massa matahari. Keduanya juga berputar dengan kecepatan luar biasa, hampir mendekati kecepatan cahaya.
Teka-teki “Celah Massa”
Mengapa peristiwa ini dianggap mustahil? Teori evolusi bintang saat ini menyatakan bahwa bintang yang cukup masif untuk menghasilkan lubang hitam sebesar itu akan mengakhiri hidupnya dalam supernova jenis khusus yang disebut “pair-instability supernova”. Ledakan ini sangat dahsyat sehingga menghancurkan bintang sepenuhnya, tidak menyisakan apa pun, bahkan lubang hitam.
Akibatnya, para ilmuwan meyakini adanya “celah massa”—rentang antara 70 hingga 140 kali massa matahari—di mana lubang hitam seharusnya tidak terbentuk. Objek GW231123 berada tepat di dalam celah terlarang itu. Kemungkinan bahwa lubang hitam ini adalah hasil dari penggabungan sebelumnya juga dikesampingkan. Tabrakan semacam itu akan sangat mengganggu dan memperlambat putaran, namun kedua lubang hitam ini justru berputar pada kecepatan maksimum yang dimungkinkan secara teoretis.
Faktor yang Hilang: Peran Medan Magnet
Di sinilah ilmu mengambil alih. Para peneliti di Center for Computational Astrophysics (CCA) Flatiron Institute di New York tidak hanya menerima paradoks ini. Mereka menjalankan simulasi kompleks untuk melacak evolusi bintang-bintang purba tersebut hingga kematiannya.
Tim ini, yang dipimpin oleh Ore Gottlieb, menemukan faktor krusial yang selama ini diabaikan dalam model-model sebelumnya: medan magnet. Astronom sebelumnya cenderung mengambil jalan pintas dan mengabaikan efek medan magnet karena kerumitannya. Namun, begitu faktor ini dimasukkan, misteri itu mulai terkuak.
Mekanisme Baru Terungkap
Tim menjalankan simulasi bintang raksasa dengan massa sekitar 250 kali massa matahari. Asumsi sebelumnya adalah bahwa setelah bintang meledak dan intinya runtuh menjadi lubang hitam, semua material sisa akan jatuh kembali dan “dimakan” oleh lubang hitam yang baru lahir.
Namun, simulasi baru menunjukkan skenario yang berbeda. Jika bintang progenitor berotasi sangat cepat, material sisa tidak langsung jatuh. Ia membentuk piringan material yang rata dan berputar di sekitar lubang hitam. Di sinilah medan magnet berperan. Medan magnet di dalam piringan itu menciptakan tekanan kuat yang mampu melontarkan sebagian material sisa menjauh dari lubang hitam dalam bentuk “aliran keluar” (outflow) berkecepatan tinggi.
Aliran keluar ini secara efektif mengurangi jumlah “makanan” yang tersedia untuk lubang hitam baru. Jika medan magnetnya cukup kuat, separuh massa awal bintang bisa terlempar ke angkasa. Hasilnya: medan magnet yang relatif lemah memungkinkan lebih sedikit material terbuang, sehingga massa akhir lubang hitam bisa bertambah dan menetap tepat di dalam “celah massa” yang sebelumnya dianggap mustahil.
Dari Pengetahuan Menjadi Ilmu
Melalui metode ilmiah yang sistematis ini, teka-teki GW231123 terpecahkan. Apa yang tadinya hanya pengetahuan—sebuah anomali yang membingungkan dan bertentangan dengan teori—kini telah berubah menjadi ilmu yang lebih lengkap. Peristiwa ini tidak hanya menyelesaikan satu misteri kosmik, tetapi juga menyempurnakan pemahaman kita tentang bagaimana bintang-bintang paling masif mengakhiri hidup mereka, sekaligus menegaskan perbedaan fundamental antara sekadar tahu dan benar-benar memahami.