
Pasar saham Indonesia menunjukkan kinerja positif, seiring dengan sentimen optimistis dari pasar global. Di tengah dinamika pasar, pemerintah melalui dana abadi negara, Danantara, meluncurkan inisiatif baru berupa “Obligasi Patriot” untuk mendanai proyek-proyek strategis nasional.
Prospek Positif IHSG di Tengah Optimisme Pasar
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil melanjutkan tren penguatan dalam dua dari tiga hari perdagangan terakhir, setelah sebelumnya mengalami pelemahan selama dua hari berturut-turut yang membuatnya terkoreksi hampir 85 poin atau 1,1 persen. Saat ini, IHSG berada di atas level 7.935 dan diperkirakan akan melanjutkan kenaikannya pada perdagangan hari Kamis.
Pada penutupan perdagangan hari Rabu, IHSG ditutup menguat tipis sebesar 30,42 poin atau 0,38 persen ke level 7.936,18. Indeks bergerak dalam rentang 7.894,76 hingga 7.945,44 sepanjang hari. Penguatan indeks terutama didorong oleh saham-saham di sektor sumber daya, namun tertahan oleh pelemahan pada saham perbankan dan emiten semen.
Di antara saham-saham aktif, pergerakan yang signifikan terlihat pada PT Vale Indonesia (INCO) yang meroket 6,08 persen dan PT Aneka Tambang (ANTM) yang reli 2,78 persen. Sebaliknya, saham-saham perbankan besar seperti PT Bank Mandiri (BMRI) anjlok 2,04 persen dan PT Bank Negara Indonesia (BBNI) anjlok 1,98 persen. Saham PT Astra International (ASII) juga terkoreksi 2,22 persen.
Pengaruh Wall Street dan Kenaikan Harga Minyak
Sentimen positif bagi pasar Asia datang dari Wall Street yang ditutup dengan penguatan moderat. Indeks Dow Jones naik 0,32 persen, NASDAQ menguat 0,21 persen, dan S&P 500 mencetak rekor baru setelah naik 0,24 persen. Penguatan ini didorong oleh antisipasi investor terhadap laporan pendapatan raksasa teknologi Nvidia (NVDA) dan data belanja personal AS yang akan dirilis pada hari Jumat. Data tersebut menjadi acuan utama bagi Bank Sentral AS, The Federal Reserve, dalam menentukan kebijakan suku bunga.
Menurut FedWatch Tool dari CME Group, probabilitas The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan September mendatang mencapai 87,2 persen.
Selain itu, harga minyak mentah dunia juga melonjak. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober naik $0,83 atau 1,33 persen menjadi $64,08 per barel, setelah data menunjukkan cadangan minyak dan bensin AS turun lebih dari perkiraan. Kenaikan harga minyak ini turut memberikan sentimen positif bagi saham-saham sektor energi dan sumber daya di pasar domestik.
Danantara Luncurkan ‘Obligasi Patriot’ Senilai Rp 50 Triliun
Dari dalam negeri, dana abadi negara Indonesia, Danantara, yang merupakan inisiatif unggulan dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, memperkenalkan “Obligasi Patriot”. Instrumen ini bertujuan untuk menghimpun dana sebesar Rp 50 triliun (sekitar USD 3,05 miliar). Dana yang terkumpul akan disalurkan ke sektor-sektor strategis, seperti proyek transisi energi dan pengelolaan sampah menjadi energi (waste-to-energy).
Menurut dokumen yang dilihat oleh Bloomberg, obligasi ini akan diterbitkan dalam dua tahap, masing-masing senilai Rp 25 triliun dengan tenor lima dan tujuh tahun. Menariknya, kupon yang ditawarkan hanya sebesar 2 persen, jauh di bawah imbal hasil obligasi pemerintah tenor 10 tahun yang berada di level 6,34 persen per 27 Agustus, dan juga di bawah suku bunga acuan Bank Indonesia sebesar 5 persen.
Dalam laman LinkedIn resminya, Danantara menyatakan bahwa salah satu alasan penerbitan Obligasi Patriot adalah untuk mengatasi krisis sampah yang semakin memburuk di Indonesia. Inisiatif ini juga disebut sebagai bagian dari upaya meniru reformasi Doi Moi di Vietnam dan pertumbuhan ekonomi Taiwan yang dipimpin oleh industri semikonduktor, dengan menggabungkan kekuatan negara dan sektor swasta.
Dukungan Korporat dan Kekhawatiran Para Ahli
Dilaporkan bahwa sejumlah korporasi besar dari berbagai industri seperti pertambangan, kelapa sawit, makanan dan minuman, serta properti telah menyatakan komitmennya untuk membeli obligasi ini. Chief Investment Officer Danantara, Pandu Sjahrir, menyatakan bahwa pemerintah berharap komunitas bisnis dapat mengambil tindakan kolektif, mengorbankan sebagian keuntungan jangka pendek demi kemandirian, keberlanjutan, dan kemakmuran jangka panjang.
Meskipun demikian, penggalangan dana dengan mengusung semangat patriotisme ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan analis. Ekonom dari Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, mengisyaratkan adanya kemungkinan beberapa perusahaan berpartisipasi karena tekanan politik.
Sementara itu, analis keuangan dari Universitas Binus, Doddy Ariefianto, menekankan bahwa penerbitan Obligasi Patriot harus mematuhi regulasi yang berlaku, termasuk keterbukaan informasi melalui prospektus yang jelas dan pelaporan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Mengingat besarnya nilai emisi, ia menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas.
Menanggapi kekhawatiran tersebut, seorang pejabat senior Danantara menegaskan dalam sebuah pertemuan dengan para pemimpin bisnis bahwa pemerintah tidak memaksa para konglomerat untuk membeli obligasi tersebut, melainkan menawarkan sebuah jalan untuk berkontribusi kepada masyarakat.