
Dana jaminan sosial Indonesia senilai USD 48 miliar, BPJS Ketenagakerjaan, yang juga merupakan investor institusional terbesar di negara ini, berencana untuk meningkatkan porsi investasi pada saham lokal hingga 20% dalam waktu tiga tahun ke depan. Hal ini disampaikan oleh Direktur Pengembangan Investasi BPJS, Edwin Ridwan, dalam wawancara dengan Reuters pada Jumat.
Menanggapi anjloknya pasar saham lokal minggu ini yang dipicu oleh ketegangan global akibat kebijakan tarif Amerika Serikat, Edwin menyatakan bahwa kondisi ini justru menciptakan peluang untuk membeli saham-saham yang saat ini dinilai undervalued.
Menurutnya, BPJS Ketenagakerjaan secara bertahap telah meningkatkan investasinya pada saham-saham dengan kapitalisasi pasar besar, terutama di sektor perbankan, telekomunikasi, komoditas, dan barang konsumsi. “Ini adalah situasi di mana banyak investor menjual. Jika melihat ke belakang, setiap kali pasar melewati titik jenuh, orang-orang mulai menjual. Justru saat itulah waktu terbaik untuk membeli,” ungkap Edwin, merujuk pada krisis keuangan 1998, 2008, dan pandemi COVID-19.
Ia juga menambahkan bahwa saat ini merupakan momen tepat bagi BPJS untuk memperbesar eksposur ke saham karena dibutuhkan volume dan likuiditas, dan kondisi pasar saat ini menyediakan keduanya. “Jendela peluang untuk menambah eksposur ke saham sudah mulai terbuka,” ujarnya.
BPJS Ketenagakerjaan saat ini memiliki sekitar 10% portofolio investasinya dalam bentuk saham atau setara dengan USD 4,8 miliar, baik secara langsung di pasar saham maupun melalui reksa dana. Targetnya adalah menaikkan porsi itu menjadi antara 15% hingga 20% dalam tiga tahun ke depan. Saat ini, sebagian besar dana masih diinvestasikan pada obligasi, dan sisanya pada deposito serta instrumen keuangan lainnya.
Pasar saham Indonesia sempat anjlok saat kembali dibuka pada hari Selasa setelah libur panjang, memicu penghentian perdagangan selama 30 menit akibat gejolak global yang terjadi setelah pengumuman tarif dari Presiden AS Donald Trump. Namun sejak itu, pasar telah mulai pulih sebagian dari kerugian tersebut.
Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto mendorong peran negara yang lebih besar untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8%, termasuk melalui pembentukan dana kekayaan negara (sovereign wealth fund) baru dengan aset lebih dari USD 900 miliar serta perusahaan BUMN untuk mengelola perkebunan kelapa sawit yang disita.
Seiring gejolak pasar global yang berdampak ke Indonesia, pemerintah juga telah melonggarkan aturan pembelian kembali saham bagi perusahaan terbuka, termasuk BUMN. Bank Indonesia juga telah melakukan intervensi secara “agresif” untuk menstabilkan nilai tukar rupiah yang tertekan.
Ketika ditanya apakah BPJS menerima arahan dari pemerintah untuk mendukung pasar saham yang sedang lesu, Edwin menegaskan bahwa lembaganya “cukup independen”.
Ia juga mengungkapkan bahwa BPJS Ketenagakerjaan telah lama berupaya memperoleh persetujuan pemerintah untuk bisa berinvestasi di pasar keuangan luar negeri, khususnya pasar saham, mengingat dana besar yang mereka kelola memerlukan lebih banyak pilihan investasi. “Secara umum, kami memiliki ruang investasi yang sangat terbatas… Jadi kami tidak bisa masuk dan keluar dengan mudah, serta tidak bisa membeli saat investor lain membeli,” jelasnya, mengacu pada risiko persaingan ketat di pasar domestik.